Tidak Bijak Hapus Pajak Impor Kakao
07-04-2014 /
KOMISI VI
Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana menghapus pajak bea masuk impor kakao, karena pasokan di dalam negeri dinilai tidak mencukupi untuk kebutuhan industri. Kebijakan ini dinilai sangat tidak bijak, karena tidak sesuai dengan realitas yang ada.
Demikian penegasan Anggota Komisi VI DPR RI Atte Sugandi (F-PD) saat dihubungi, Senin (7/4). “Kebijakan impor itu sangat tidak bijak, karena pasti merusak harga di tingkat petani. Indonesia, kan, produsen kakao terbesar nomor dua di dunia setelah Pantai Gading,” tegas Atte. Sangat ironis sebagai produsen kakao nomor dua, Indonesia harus mengimpor.
Alasan kebijakan impor kakao untuk memenuhi kebutuhan industri, menurut Atte juga sangat tidak bisa diterima. Realitasnya, petani kakao kita masih mampu memenuhi kebuthan industri dalam negeri. Sebaliknya, Indonesia justri mengekspor kakao ke luar negeri, terutama pasar Eropa.
Atte menjelaskan, dalam setiap kebijakan impor produk pertanian, masyarakat petani mesti diajak bicara. UU Petanian sudah memberi perlindungan untuk itu. Bahkan, bila petani gagal panen, ada perlindungan asuransi bagi para petani. Dalam Pasal 3 huruf D, UU No.19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, jelas para petani kita dilindungi dari fluktuasi harga, praktik ekonomi biaya tinggi, dan gagal panen. UU sudah jelas mengaturnya, tapi tetap saja petani selalu ditinggal.
Ironisnya lagi produk olahan kakao berupa coklat justru yang terkenal dari Eropa, seperti Swiss dan Belanda. Padahal, kakaonya dari Indonesia. Ini memilukan ditambah bila memang benar pemerintah berencana mengimpor kakao. Petani terus dibuat menderita tak berdaya. “Kalau memang kekurangan bolehlah impor. Tapi kalau masih cukup pasokan di dalam negeri, kenapa harus impor,” keluh Atte.
Seperti diketahui, saat ini harga kakao di tingkat petani Rp30 ribu/kg. Pada 2013, produk kakao Indonesia sempat mencapai 740.513 ton. Itu prestasi produksi yang bagus. Pada bagian lain Atte juga menghimbau agar sistem distribusi produk pertanian dibenahi kembali. Jangan sampai membebani para petani dari biaya tinggi. (mh), foto : naefurodjie/parle/hr.